Halaman

Sabtu, 29 Desember 2012

SOLUSI PERMASALAHAN BISNIS DALAM PERSPEKTIF TASAWUF


SOLUSI PERMASALAHAN BISNIS DALAM PERSPEKTIF TASAWUF


Kehidupan bisnis (swasta dan  BUMN)  di Indonesia kelihatannya semakin terpuruk ketika praktek KKN semakin marak. Bisnis saat ini sudah meninggalkan ajaran Tuhan,  sehingga tidak perlu ada etika dalam bisnis. Zaman ini kita merasa adanya paradoks : keberlimpahan materi dan kemiskinan ruhani. Dengan ini, manusia modern khususnya pengelola bisnis ditarik kembali kepada pertanyaan-pertanyaan purba yaitu apa yang sesungguhnya kita cari ? siapa sesungguhnya kita ? dari mana kita berasal dan mau ke mana kita ini ?
Berbeda dengan sekuler, masyarakat religius mengembangkan bisnis yang bersumber dari hati nurani manusia beragama yang masih mengakui adanya kekuatan di luar diri manusia yaitu Allah yang mengatur kehidupan manusia, termasuk bidang bisnis.
Pengelolaan bisnis yang sukses di mata Allah harus dilihat dari perspektif tasawuf karena tasawuf mengajarkan sikap-sikap hidup yang baik, yang merupakan ajaran inti ajaran etika seperti sederhana, sabar, ikhlas, tawakhal, ridha dan melarang sikap-sikap yang buruk seperti mudah marah, iri hati, kikir, serakah dan lain lain (aboebakar, 1985).  Bisnis dengan hukum nya hanya mengatur tingkah laku lahiriah tetapi tasawuf menekankan pada aspek kesadaran batin dan sebagai sarana untuk dekat dengan Allah (Nasution,1990).
Dengan tasawuf, pengelola bisnis dapat melindungi hati dari godaan duniawi dan mengajarkan bagaimana meraih suasana hidup yang lebih tenteram, memperbaiki kesalahan-kesalahan batin dan menyirnakan egoisme berlebihan. Secara praktis, dengan tasawuf pengelola bisnis dapat menempa diri menjadi lebih bertanggungjawab atas perilaku bisnis sehari-hari dan menunjukkan bagaimana berperilaku santun dan kasih pada orang lain.
Sangat menarik, bila bisnis mempraktekkan kehidupan bisnis dengan sungguh-sungguh (berkompetisi) selain  menjalankan hidup kesufian yang memasrahkan hidupnya kepada Allah. Mereka bekerja sepanjang hari dari pagi hingga sore dan pada malam hari mereka beribadah dan menjalankan amalan. Bisnis tidak hanya dipandang sebagai syariat (memperbaiki zawahir atau anggota badan) tetapi bisnis harus dipandang sebagai tarekat                  (memperbaiki hati) dan sekaligus hakikat (memperbaiki ruh)  bagi pemilik, pengelola dan pengguna bisnis.  
 
SOLUSI PERMASALAHAN BISNIS
            Setiap pengelola bisnis harus memiliki kesadaran Tuhan dekat dengan manusia, Tuhan berada didalam diri manusia, perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan dan siapa orang yang mengetahui dirinya itulah orang yang mengetahui Tuhan. “Di situlah wajah Allah” tidak hanya diartikan bahwa kekuasaan Allah meliputi seluruh alam. Oleh karena itu dimana manusia berada, Allah mengetahui perbuatannya, karena ia selalu berada berhadapan dengan Allah. Sedangkan kaum sufi mengartikan  bahwa kemana saja manusia berpaling ia akan berjumpa dengan Tuhan.
            Memperbaiki akhlak dari pengelola bisnis melalui tiga aspek yaitu memperbaiki syariat dengan tobat, takwa dan istiqamah, Memperbaiki hati dengan ikhlas, sidq (jujur) dan thumaninah (ketenangan) dan memperbaiki ruh dengan muraqabah (waspada/merasa diawasai seolah-olah melihat Allah SWT), musyahadah (menyaksikan asma, sifat Allah SWT ) dan makrifat (mengenal Allah SWT).
Belajar dari kehidupan Rasulullah sebagai seorang sufi. Beliau menjauhkan dari kehidupan mewah atau sederhana, yang merupakan praktek zuhud dari tasawuf. Namun disisi lain Rasulullah adalah seorang kepala negara dan pedagang yang tangguh serta dapat digolongkan orang kaya (materi). Bila Rasulullah mendapatkan rejeki beliau cepat-cepat membagikan kepada fakir miskin.  Abu bakar sewaktu tinggal di Mekkah merupakan saudagar yang kaya, tetapi sewaktu hijrah ke madinah hidupnya lebih sederhana, Umar bin Khattab sifat rendah hati (tawadhu) sering meninjau kehidupan rakyatnya, Utsman bin affan dengan kesederhaan walaupun hartanya banyak dan Ali bin Abu Thalib yang mengatakan bahwa sederhana merupakan sikap yang mulia, Pernyataan sahabat nabi tersebut menandakan seorang sufi.
            Tasawuf harus terkait dengan syariat. Tasawuf menyangkut batin sedangkan syariat berkenaan dengan aspek lahir. Keduanya harus diamalkan secara seimbang dan mutlak diperlukan guna meraih hakekat kebenaran. Pelaku bisnis memang harus tahu syariah dan fiqh  baik aturan dan hukum sesuai ajaran Allah dan Rasulnya maupun aturan dan hukum yang dibuat manusia. Namun demikian seluruh pelaku bisnis harus disertai pula  adanya kesadaran yang tinggi bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang dilakukan manusia. Dengan tasawuf, Muhammad amin al-Kurdi mendorong adanya tekad  untuk mensucikan jiwa dari sifat buruk, diiisi dengan sifat baik, serta berusaha menambah jalan untuk berada dekat di sisi Allah SWT. Sedangkan Ibn Arabi mendorong implementasi tasawuf dengan konsisten dengan hukum syariat baik lahir maupun batin dengan selalu menjalankan akhlak (budi pekerti, tingkah laku) terpuji  dan menjauhi akhlak tercela.
Alangkah indahnya bila akhlaq bisnis harus didasarkan hati nurani moral, kewajiban moral, pertimbangan moral, tanggung jawab moral dan ganjaral moral (Tebba,2005). Bisnis tidak berpikir demi kepentingan diri sendiri tetapi sebenarnya bisnis terutama BUMN ada karena kepentingan orang lain, meningkatkan kualitas hidup manusia dan mensejahterakan umat manusia. Bisnis harus tunduk dengan hukum juga harus berjalan dengan etis agar berlangsung jujur dan menguntungkan semua pihak.
Memang seharusnya bisnis terutama BUMN   dapat menjadi sarana taqwa dengan memelihara dan menjaga diri dari kejahatan, melindungi diri dari sesuatu yang dilarang Allah. Bisnis juga merupakan manifestasi syukur berupa kegembiraan hati atas datangnya nikmat dengan mengerahkan seluruh anggota badan dan kemampuannya untuk taat kepada pemberi nikmat dan mengakui nikmat pemberiannya tersebut dengan penuh ketundukan (syukur). 

(Dr. H. Asyhari SE, MM, Dosen Fakultas Ekonomi dan Magister Manajemen Unissula Semarang ).
Sumber : http://www.asyhari.com/artikel-112-solusi-permasalahan-bisnis-dalam-perspektif--tasawuf.html
Kategori: Spiritual Marketing 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar